Di Tangerang, Kaiin Membasmi Cuke dan Kompenian

Bangunan rumah tua peninggalan Oey Djie San yang rusak berat, dipereteli dan
dijual komponennya. Bangunan tua di Karawaci ini terletak di atas tanah sekitar 2 hektar.


Kaiin Bapa Kayah adalah petani kecil, bujang sawah (buruh). Ia membangun rumah di pekarangan kakaknya. Harusnya ia membayar uang kompenian, yaitu uang yang harus dibayarkan atas penggunaan tanah untuk rumah, pekarangan, dan tegalan. Mudahnya, uang sewa tanah. Ia tak selalu membayar uang kompenian itu.
Untuk memperbaiki hidup, Kaiin pernah menjalani beberapa pekerjaan, seperti mandor, opas asisten wedana Teluknaga. Pada 1913 ia pindah ke Batavia dan menjadi opas komisaris polisi. Kemudian, seperti kisah-kisah perantauan, Kaiin memutuskan pulang kampung ke kawasan Kebayoran. Di kampung halamannya itu, ia memilih menjadi dalang.
Suhartono W Pranoto dalam Jawa: Bandit-bandit Pedesaan-Studi Historis 1850 - 1942 menyebutkan, Kaiin berubah menjadi pendiam setelah 1922. Ia mulai menumbuhkan keyakinan bahwa tanah Pangkalan, Tangerang, adalah milik mereka peninggalan leluhur mereka. Maka orang Tionghoa pun harus diusir.
Seperti kisah bandit atau jagoan lain, Kaiin mengharuskan pengikutnya punya ilmu kebal. Kesaktian, ilmu kebal, ilmu menghilang rupanya jadi syarat utama untuk jadi jagoan atau patriot pembela rakyat. Itu dulu. Di zaman kiwari alias modern ini, banyak orang mencari ilmu untuk kepentingan sendiri, untuk mempertahankan jabatan, untuk mengumbar kebohongan yang akan terdengar bagaikan kehebatan atau harapan ciamik.
Kembali ke penelitian Suhartono, pada awal Februari 1924 Kaiin mempersiapkan rencana pemberontakan dengan mengundang pengikutnya hadir di acara khitanan anak tiri Kaiin. Di hajatan itulah diumumkan, pak dalang alias Kaiin akan menjadi raja di tanah Pangkalan dan Tanah Melayu. Orang Tionghoa akan diusir, cuke dan kompenian akan dihapus.
Rencana pemberontakan itu didorong oleh kehidupan petani di bawah tuan tanah yang mewajibkan cuke, kompenian, dan denda yang bukannya membantu kehidupan petani tapi malah memperparah kehidupan petani. Karena hidup dengan gali lubang tutup lubang, petani makin lama makin terbeban utang pada tuan tanah. Tiap kali mereka meminjam uang kepada tuan tanah, maka harus dibayar dengan hasil panen yang jumlahnya lebih tinggi dari pinjaman petani.
Dari hajatan itulah, mereka mulai bergerak. Satu per satu tuan tanah Tionghoa ditangkap, yang berjanji akan pulang ke negerinya, dibebaskan. Tak lupa, Kaiin juga menghancurkan arsip cuke dan kompenian. Rombongan Kaiin berhasil memporakporandakan keberadaan tuan tanah Tangerang. Polisi harus bersusah payah menaklukkan rombongan Kaiin.
Jika dibandingkan dengan Batavia, Banten relatif lebih aman. Data kejahatan pada 1883 di Batavia tercatat 781 narapidana rantaian, 1523 narapidana di luar rantaian, dan 98 narapidana di luar rantaian yang dihukum lebih dari setahun. Delapan di antaranya perempuan. Mereka itu dihukum kerja paksa.
Hukuman memperbaiki jalan dilakukan oleh 348 narapidana, 11 di antaranya perempuan, dengan delapan orang dipenjara. Pada tahun 1904 di Batavia terjadi 41 pembunuhan dan 56 perampokan. Jumlah itu terus meningkat pada 1920, yaitu pembunuhan 92 kali, perampokan 149 kasus, dan 322 kasus pencurian hewan. Menurut Suhartono, jumlah narapidana di Banten jauh lebih kecil meski tak dicantumkan datanya. Hanya ada data tahun 1920 di Banten terjadi 35 pembunuhan, 17 perampokan, dan 36 pencurian hewan.
Dari kisah perbanditan itu, ditemukan bahwa faktor ekonomi menjadi dasar munculnya unsur religio-magis dan menjadi “kekuatan” bagi para pemberontak dan pengikutnya. Alhasil peristiwa Tangerang kemudian memunculkan protes ekonomi yang digulung dengan unsur religius. Suhartono juga menyoroti bahwa resistensi petani terwujud dalam bentuk perlawanan terhadap tuan tanah dan itu merupakan representasi konflik kelas.
Kondisi ekonomi yang minim, serba kekurangan, penguasa yang tidak adil, dan kesombongan pemilik modal adalah sedikit faktor yang menyuburkan resistensi baik yang bersifat perbanditan biasa maupun yang bersifat perbanditan sosio politik.
sumber :
http://www1.kompas.com/readkotatua/xml/2010/05/21/01125821/Di.Tangerang..Kaiin.Membasmi.Cuke.dan.Kompenian-12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar