berikut tulisan dari notes Facebook Ustadz Herry Nurdi.
Selamat membaca semoga bermanfaat terutama untuk menggugah kepedulian kita
Sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=381980371148
Gubernur Jakarta, Ali Sadikin suatu kali pernah mendengar Bung Hatta
(Betul, Bung Hatta yang Bapak Proklamator itu) kesulitan membayar
tagihan air dan listrik rumahnya. Bung Hatta, yang mantan wakil presiden
itu, kesulitan membayar tagihan-tagihannya, dari kebutuhan vital
seperti air dan listrik. Ali Sadikin akhirnya membebaskan Bung Hatta
dari tagihannya. Kisah lain tentang Mohammad Hatta, dia juga pernah
ngantri untuk membayar tagihan listriknya sendiri.
Sampai akhir hayatnya, ada dua keinginan yang tidak pernah kesampaian.
Keinginan yang terbilang kecil untuk ukuran wakil presiden seperti Bung
Hatta. Mohammad Hatta, ingin sekali memiliki sepatu merk Bally warna
hitam. Bahkan sampai tutup usia, Bung Hatta tidak bisa membelinya.
Orang besar lain yang pernah hidup dan memimpin Indonesia adalah Haji
Agus Salim. Waktu berpidato dalam konferensi dan diplomasi, Haji Agus
Salim mengenakan baju yang sederhana sekali. Bahkan jas yang dipakainya,
menyimpan jahitan tambalan di sana-sini. Bekas gantungan paku sering
nampak di jasnya yang memang hanya itu. Apalagi soal listrik, Haji Agus
Salim pernah hidup tanpa penerangan listrik karena memang tak memiliki
uang untuk membayarnya.
George McTurman Kahin juga pernah menuturkan kisah tentang kesederhanaan
seorang Mohammad Natsir. Pada tahun 1948, ia pernah berada di
Yogyakarta bertemu dengan para pemimpin Indonesia yang saat itu sedang
berusaha menyelamatkan negara yang masih sangat muda ini. Satu per satu
disalaminya orang-orang yang menyambutnya, sampai ia bertemu dengan
seorang laki-laki yang memakai baju setelan sederhana dari bahan yang
nampak jelas sangat murah.
Disalaminya lelaki itu, lelaki yang menggunakan pakaian terbaiknya untuk
sebuah acara resmi. Dan sesungguhnya pakaian terbaik itu adalah pakaian
termurah. Lelaki itu memperkenalkan diri sebagai Mohammad Natsir,
Menteri Penerangan Republik Indonesia.
Sementara, pada tahun 2008, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
menganggarkan Rp 70 juta untuk laundry pakaian gubernur dan wakil
gubernurnya. Biaya pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Fauzi Bowo
dan Prijanto dianggarkan sebesar Rp 1,4 milyar.
Dari Bekasi, terbetik berita bahwa Bupati Bekasi telah melakukan
renovasi pagar rumah yang menelan biaya Rp 1 milyar. Sementara untuk
anggaran pakaian dinas setengah tahun sudah dibujetkan sebanyak Rp
405.950.750. Biaya pembuatan baju dinas itu telah disahkan oleh anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi dalam rapat paripurna
Anggaran Biaya Tambahan (ABT) 2008. Meskipun ada bantahan dari Bupati
Sa’dudin bahwa dia yang meminta anggaran itu. Tapi tetap saja, dana
sebesar itu untuk pakaian dinas tetap sebuah kemewahan yang harus
dinalar ulang. “Kalau dianggap terlalu besar, silakan dikurangi, tapi
jangan dibesar-besarkan,” demikian komentar Bupati Sa’dudin yang pernah
dilansir oleh Tempo.
Pada tahun 2009, di Kabupaten Takalar, setiap anggota dewan yang
jumlahnya tak kurang dari 30 orang, masing-masing diusulkan mendapat
jatah lima set pakaian dinas. Dana yang muncul untuk anggaran pakaian
dinas ini sampai Rp 292 juta. Rincian jas seragam yang akan diterima
anggota dewan terpilih nantinya antara lain, dua pasang pakaian sipil
harian (PSH) yang anggarannya mencapai Rp 60 juta. Pakaian sipil lengkap
(PSL) Rp75 juta, satu set pakaian sipil resmi (PSR) Rp52,5 juta dan
satu set pakaian dinas harian (PDH) Rp45 juta serta serta PIN emas 5
gram seharga 375 ribu per orang.
Tahun 2009 Anggota DPR pernah ribut tentang anggaran pengadaan kendaraan
bagi para menteri yang memunculkan angka senilai Rp 63,99 milyar untuk
pembelian 79 kendaraan bagi para pembantu presiden. Ditambah lagi
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 19 Oktober 2009 pernah mengajukan
anggaran senilai Rp 62,805 milyar untuk pajak mobil para menteri,
sehingga total dana yang diperlukan menjadi.
Padahal, sami mawon, tak banyak berbeda. Para anggota dewan sendiri
kalau soal anggaran pribadi juga tak mau rugi. DPRD Sumsel menganggarkan
sekitar Rp 1,3 milyar pada tahun 2010 untuk membuat baju dinas bagi
anggota dewan periode 2009-2014. Sebanyak 350 stel pakaian dinas senilai
Rp 950 juta disiapkan bagi 75 orang anggota dewan dan 75 stel pakaian
adat untuk setiap anggota dewan akan dibuat.
Di Aceh, fasilitas rumah dinas yang bisa dinikmati anggota DPR Aceh
adalah rumah tipe 150 dengan nilai fisiknya mencapai Rp 551 juta. Tiga
orang wakil ketua dan sekretaris dewan akan tinggal di rumah tipe 300
seharga Rp 669 juta. Dari 69 unit rumah, 54 diantaranya kini sudah
selesai dibangun di Desa Meunasah Papeun, Krueng Barona Jaya, Aceh
Besar. Rumah-rumah ini juga dilengkapi Air Conditioner (AC) merek LG,
per unitnya seharga Rp 3,5 juta lebih - masing-masing rumah terpasang
tiga unit. Kemudian TV LG seharga Rp 4,5 juta per unit. Dilengkapi pula
sofa, meja makan, spring bed dan double bed, kulkas dua pintu,
dispenser, rak piring, lemari pakaian, jaringan air ledeng hingga jasa
cleaning service. Untuk memastikan komplek DPR Aceh tetap terang, telah
disediakan mesin diesel genset 900 KVA yang dibeli seharga Rp 3,2
miliar. Kijang Inova siap menjadi tunggangan. Tiga orang Wakil Ketua
menunggangi Toyota Fortuner. Sementara ketua dewan, akan diantar
jemput
dengan Toyota Camry. Sebanyak 276 stel – per stelnya seharga 2,7 juta - pakaian dinas disediakan untuk para wakil rakyat.
Bagaimana dengan cerita di DPR RI? KPU menganggarkan dana sekitar Rp 11
miliar untuk pelaksanaan kegiatan pelantikan anggota DPR dan DPD
terpilih pada 1 Oktober 2009 lalu. Menurut Sekjen DPR Suripto, anggaran
tersebut di antaranya untuk membiayai penginapan, transportasi pulang
dan pergi ke Jakarta, uang saku, perlengkapan seperti tas, dan seragam
bagi panitia. Dana sebesar itu, paling besar diserap untuk transportasi,
hotel dan uang saku. Kata, itulah yang diamanahkan Undang-undang No 10
Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.
Sebesar Rp 2,87 miliar peruntukan biaya akomodasi, konsumsi, dan hotel,
pengadaan tas Rp 115,5 juta, penyediaan jasa kendaraan bus AC dan
ambulans Rp 251,9 juta, penyediaan jasa, jaket, baju batik, dan hem Rp
149,9 juta, serta uang saku Rp 2 juta per orang.
Tentang Hatta, Agus Salim dan Natsir, itu hanya cerita masa lalu,
barangkali dongeng, yang gagah untuk diceritakan ulang, tapi tak mungkin
dijadikan panutan. Kehidupan sederhana mereka, hanya ada dalam buku
sejarah, bahkan jika mungkin akan dihapus agar tidak ada jejak untuk
rujukan hidup sederhana. Semua kemewahan yang dinikmati para anggota
dewan dari daerah sampai pusat itu, sama sekali bukan uang haram, tapi
diamanahkan undang-undang. Bahkan bujet dan anggaran untuk bupati,
menteri dan presiden, diputuskan melalui sidang-sidang terhormat yang
mewakili rakyat. Hebat kan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar