Gangguan Kontrol Impuls

Gangguan kontrol impuls adalah istilah yang menggambarkan ketidakmampuan seseorang untuk menghindari atau berhenti melakukan hal-hal yang mungkin berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain. 

Orang dengan gangguan kontrol impuls kerap merasakan kecemasan atau membangun ketegangan sebelum melakukan suatu tindakan (red. mungkin sama seperti was-was, serba ga yakin). Terkadang pengidapnya juga menemukan kelegaan dalam perilaku tertentu. 

Meskipun mengetahui betapa berbahayanya tindakan atau perilaku tersebut, orang dengan gangguan kontrol impuls cenderung tetap bertindak bahkan merasa lega setelah melakukannya.

Analisa penyebab  gangguan control impuls

Stres internal dan eksternal merupakan pemicu gangguan kontrol impuls. Banyak jenis gangguan kontrol impuls diperkirakan berasal dari kerentanan neurologis (red. system syaraf) dan tekanan lingkungan. Beberapa faktor risikonya meliputi:

Laki-laki lebih rentan mengalami gangguan kontrol impuls daripada perempuan.

Predisposisi genetik.

Penggunaan obat-obatan kronis atau alkohol. 

Menjadi sasaran trauma, pelecehan, atau pengabaian. 

Paparan terhadap kekerasan atau agresi.

Masalah kesehatan mental tambahan, seperti depresi atau gangguan obsesif-kompulsif (OCD), sering berdampingan dengan orang yang mengidap kelainan kontrol impuls.

Mengenal Ciri Gangguan Kontrol Impuls

Tanda dan gejala yang muncul pada orang dengan gangguan kontrol impuls akan bervariasi tergantung pada jenis gangguan tertentu yang mereka hadapi. Namun, kalau ditanyakan karakteristik utamanya apa, seperti yang disinggung sebelumnya, ketika seseorang melakukan tindakan berbahaya tanpa memikirkan sebab akibatnya. 

Berikut adalah daftar gejala perilaku, psikis, kognitif, dan psikososial yang mungkin ada pada seseorang dengan gangguan kontrol impuls:

Gejala perilaku:

- Terlibat dalam perilaku dan/atau aktivitas berisiko.

- Mencuri dari anggota keluarga, teman, atau toko.

- Memulai kebakaran.

- Berbohong.

- Menarik rambut.

- Melakukan kekerasan eksplosif terhadap orang lain atau properti orang lain.

- Pembangkangan ekstrem.

- Kabur tanpa alasan yang jelas.

Gejala fisik:

- Ragam luka bakar karena menyulut api.

- Cedera fisik sebagai akibat dari perilaku tertentu.

- Rambut rontok.

- Adanya penyakit menular seksual atau infeksi akibat perilaku impulsif .

Gejala kognitif:

- Pikiran yang mengganggu.

- Obsesi tertentu.

- Dorongan yang tak terkendali.

- Lekas marah.

- Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. (red. mikirnya selalu kejauhan)

Gejala psikososial:

- Perasaan terpisah dari emosi dan lingkungan.

- Agresi.

- Agitasi.

- Ketegangan yang meningkat. 

- Kecemasan.

- Suasana hati yang tertekan.

- Perasaan bersalah/penyesalan.

- Perubahan suasana hati yang drastis.

- Harga diri rendah.

- Penarikan atau isolasi sosial.

Beberapa Jenis Gangguan Kejiwaan Turunan Kontrol Impuls

Rasa lega langsung muncul setelah melakukan tindakan impulsif. Hanya saja kelegaan bersifat jangka pendek. Perasaan bersalah atau malu kemudian terjadi. Namun, tindakan impulsif berikutnya tetap akan terjadi berulang kali dan dapat menyebabkan sejumlah konsekuensi negatif. Seperti penyesalan emosional yang lebih besar dalam jangka panjang karena ketidak sanggupan menahan dorongan yang begitu apa yah… seperti rasa gatal dalam jiwa.

1. Judi Patologis

Judi patologis ditandai dengan pola maladaptif, yaitu ketika seseorang gigih dan selalu berulang kali melakukan judi. Pria cenderung mulai minat berjudi pada usia lebih dini daripada wanita. Judi patologis dikaitkan dengan gangguan kontrol impuls yang mengakibatkan berkurangnya kualitas hidup dan tingginya angka kebangkrutan serta perceraian. Banyak orang yang memiliki kondisi judi patologis terlibat dalam perilaku ilegal seperti mencuri, penggelapan, dan tindakan kriminal lainnya. 

2. Kleptomania

Tindakan ini ditandai dengan pencurian berulang-ulang barang yang tidak diperlukan untuk kebutuhan pribadi. Meskipun kleptomania umumnya dialami pada akhir masa remaja atau awal dewasa, gangguan ini kini banyak terjadi pada anak-anak berusia 4-9 tahun dan para orang dewasa berusia 77 tahun. Orang dengan kleptomania hanya menimbun barang curian, diberikan ke orang lain, dikembalikan ke toko, atau dibuang. 

3. Compulsive Buying

Orang dengan gangguan compulsive buying akan merasa sangat senang dengan pembelian barang yang tidak dibutuhkan dan dengan apa yang sudah dibeli. Gangguan ini sangat mengganggu fungsi sosial atau pekerjaan dan menyebabkan masalah keuangan. 

Orang dengan compulsive buying sering tidak menggunakan barang yang sudah dibeli, bahkan diberikan lagi pada orang lain. Meskipun compulsive buying awalnya menyenangkan, rasa bersalah dan malu bisa muncul karenanya.

4. Trikotilomania

Gangguan ini dikarakteristikan dengan pencabutan rambut yang disengaja, yang menyebabkan rambut rontok hingga mengalami gangguan klinis. Gangguan ini bisa mengganggu kegiatan sosial dan aktivitas harian secara signifikan. Orang dengan trikotilomania biasanya menghindari situasi sosial, seperti berkencan atau berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. 

5. Pyromania

Orang dengan kelainan kontrol impuls ini sengaja memulai kebakaran tanpa memedulikan kerusakan atau cedera yang diakibatkan tindakan mereka. Kondisi ini umum terjadi pada pelaku pembakaran yang terhukum. Mereka terbukti memiliki gangguan pyromania. Perawatan kelainan impuls ini mencakup penanganan penyakit mental yang mendasarinya secara farmakologis. Selain itu, untuk mengatasi gangguan ini mungkin perlu dilakukan terapi perilaku kognitif. 

PS.

Compulsive Buying Disorders (CBD). Edwards (dalam Ekasari, 2019) mendefinisikan compulsive buying sebagai perilaku berbelanja yang abnormal atau berlebihan yang dilakukan secara tidak terkontrol, berulang, dan selalu memiliki dorongan yang kuat untuk berbelanja sebagai salah satu cara untuk menghilangkan stress, cemas, dan gangguan lainnya. 

Pada kenyataannya gangguan ini bisa terjadi seiring dengan terjadinya gangguan lain. Black (2007) menjelaskan bahwa gangguan lain yang bisa terjadi meliputi mood disorders, anxiety disorders, substance use disorders, eating disorders, dan disorders of impuls control. 

Selain itu, Schlosser et al menyebutkan gangguan lain yang bisa terjadi bersamaan dengan Compulsive Buying Disorders (CBD), diantaranya obsessive-compulsive personality disorders, avoidant personality disorders, dan borderline personality disorders. 

Heshmat (2018) menjelaskan 5 pola yang terjadi pada individu dengan CBD, yaitu: 

  • Impulse purchase individu akan selalu melakukan pembelian barang secara impulsif. Biasanya individu yang melakukan hal ini bisa menjadi seorang penimbun barang, karena Ia akan terus berbelanja tanpa disadari masih banyak barang baru yang belum Ia sentuh sama sekali.
  • Buyers high individu akan merasakan kegembiraan yang berlebih ketika Ia mempertimbangkan dan membeli barang, bukan pada saat Ia memiliki barang tersebut.
  • Shopping to dampen unpleasant emotions pembelian barang secara impulsif dilakukan untuk mengurangi perasaan yang tidak menyenangkan seperti kesepian. 
  • Guilt and remorse individu akan merasa bersalah dan menyesal, namun akan timbul rasa untuk melakukan “perbaikan” yang tidak lain adalah membeli sesuatu barang yang lain. 
  • The pain of paying individu dengan kebiasaan seperti ini akan bergantung pada kartu kredit dibandingkan dengan uang tunai, karena mereka menganggap membayar dengan uang tunai adalah suatu hal yang menyakitkan dibandingkan dengan membayar menggunakan kartu kredit (Ariely & Kreisler dalam Heshmat, 2018). 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar